Recommending you: Something New

Again, I've got so many movies waiting to be reviewed. I watched Nightmare Alley last month, it was amazing, but this movie suddenly came up in my head and I thought I always want to write something about this movie, and I feel like to write in Bahasa. So, while I'm still working on the translation thing with other writings that I put in Bahasa, unless you speak the language I'm sorry this one is not for you.

Source: IMDb


Jadi film yang mau aku review kali ini judulnya: Something New. Kayanya aku belum pernah si review film genre Romcom, apalagi romcomnya less known atau gak seterkenal 13 going on 30, before trilogi, Bridget Jones, Notting Hill, Pretty Woman, banyak lah. Semua bagus, semua juga aku udah nonton. Tapi plot romcom kali ini rasa-rasanya terasa lebih "relatable" atau apa ya, mungkin aspireable if that's even a word. In all seriousness, kayanya perlu ada penjabaran kenapa film ini harus masuk ke daftar tontonan kalian, or you can just watch it right away after reading this.

Tadi di awal aku nyinggung plot. Bener, plot mungkin jadi daya tarik kenapa terlepas dari formula romcom yang kebanyakan happy ending, masih banyak orang yang bakal nonton film romcom. Plot romcom ringan, walaupun detailnya kadang suka ga relatable. Notting Hill, pemilik toko buku travelling ga sengaja ketemu aktris papan atas Hollywood, probabilitasnya 1:1000000. Something New juga sebenarnya sama kaya romcom lain, kebetulan yang kebetulan banget, tapi dengan detail latar belakang karakter yang cukup manusiawi. Kenya, konsultan di firma akuntan, pergi kencan buta dan ketemu sama Brian, landscaper yang ternyata orang kulit putih. Detail sederhana, dan penyampaian konflik yang sederhana juga, karena di awal Kenya mengira pasangan kencannya kulit hitam. Nah masuk ke penyampaian konflik, sama seperti formula konflik romcom kebanyakan membahas perbedaan, perselisihan terjadi karena perbedaan kultur, bahkan sesimpel masalah rambut Kenya yang sebenarnya cuma kesalahpahaman. Sebagai orang biasa, tentu konflik seperti ini terasa sangat realistis. 

Dari segi karakter, dua pemeran utama juga masih menggunakan formula pasangan romcom yang cukup sering digunakan, laki-laki yang free spirited plus perempuan yang nyaman di comfort zone. Mungkin alasan aku suka film ini karena alasan pribadi, karakter laki-laki, Brian, bisa dibilang berhasil mencapai hal-hal yang aku pengin, dia punya mobil yang aku suka (convertible pick up truck, I like any cars with angular shape and big tires), dia kerja sebagai landscaper (pemilik small business, aku pengin buka toko buku sendiri), dia open-minded (ga masalah punya partner yang penghasilannya lebih bagus), dia smooth-talker, dia punya peliharaan, dia cultured man (listening to yarayeh are you joking?). Terus, Kenya juga karakternya dapet konfliknya, karena Brian memang bukan termasuk palet dia dari awal, baik dari segi preferensi kehidupan, keluarga, dan lainnya, wajar Kenya yang terkesan labil dan lebih berkonflik. Hal remeh terakhir yang paling aku suka dari film ini ya ending scene waktu mereka menikah (spoiler). Aku memang gak terlalu kepikiran menikah tapi If I ever get married, set pernikahan Brian Kenya seharusnya ideal si. Tamu undangan ga lebih dari 100 orang, dekorasi bunga-bunga, lokasi di halaman belakang rumah, makan siang-malam, pakai kemeja simpel. That scene was just like a cherry on top. Makanya film ini selalu jadi film romcom terfavorit, konfliknya, scenenya, semuanya dapet. Sila ditonton, kalau ada di platform streaming resmi ya!






Comments