Kenapa Move to Heaven Wajib Ditonton

Belakangan aku makin coba nyari series yang bukan cuma cinta-cintaan, apalagi plotnya yang template cerita Cinderella, cowok chaebol ketemu cewek biasa. Pun kalau cerita cinta, mungkin dari plot sama dialog yang lebih realistis atau setidaknya terkesan dewasa. Move to Heaven bukan series korea percintaan. Dari awal rilis di Netflix sebenarnya aku udah buat series ini ke watchlist, tapi baru nonton beberapa hari yang lalu. Kalau ditanya final score, aku bakal kasih 10/10. Singkatnya tuh, Move to Heaven tear-jerking kali, tiap mulai cerita baru selalu kek yang here come the waterworks tapi bukan karena menye-menye romansa ditinggal pergi. Mungkin review ini jauh lebih singkat dari review series korea sebelumnya, bukan karena ini kurang berkesan, tapi aku sendiri gak tau cara mendeskripsikan series ini dengan tepat, yang pasti emosional dan sesenggukan. Berikut reviewnya!


    Sebenarnya mengelaborasikannya cukup susah, apalagi kalau aku ditanya episode/momen mana yang jadi favorit. Ringkasnya, Move to Heaven bercerita tentang anak (Han Geu-ru) dan ayah (Han Jeong-u) yang membuka jasa trauma cleaning orang yang sudah meninggal. Deskripsinya sebenarnya tepat, tapi kalau aku lihat, tujuan mereka itu lebih ke menjadi juru bicara orang yang sudah pergi dengan cara merangkum momen berharga mereka ke dalam kotak. Jadi setiap mereka membersihkan barang-barang yang sudah meninggal, mereka memberi penghormatan, meminta izin, kemudian mencari barang yang menurut mereka merupakan kenangan dari momen penting orang tersebut. Singkat cerita ayah meninggal kemudian diganti menjadi paman (Cho Sang-gu), paman merupakan mantan narapidana, Geu-ru punya sahabat dekat yang juga tetangganya (Yoon Na-mu) terus kisah per episodenya membahas kehidupan mereka sekaligus kostumer jasa mereka.

    Geu-ru merupakan pemuda 20 tahun dengan Sindrom Asperger. Paman Sang-gu hubungannya memiliki hubungan yang tidak baik dengan Jeong-u, namun Jeong-u memilih Sang-gu untuk menjadi wali Geu-ru. Perlahan dalam cerita penonton disuguhkan dinamika hubungan keduanya selama masa pengawasan tiga bulan apakah Sang-gu layak dan terkualifikasi menjadi wali Geu-ru, terutama untuk Geu-ru bisa menerima kepergian ayahnya dan untuk Geu-ru akhirnya menerima pamannya sebagai walinya. Selain itu, kisah-kisah pelanggan jasa Move to Heaven juga menjadi salah satu poin yang menurutku makin membuat hubungan mereka semakin dekat. Selain itu, kisah mereka terjelaskan dari bukti/barang yang tertinggal pada saat kamar/tempat tinggal yang sudah pergi dibersihkan. Di antara kisah-kisah tersebut, ada kisah mengenai janji, penantian, pengorbanan, kisah tentang kapan kita harus berhenti, penyesalan, memaafkan, merelakan, yang menurutku pesannya sangat tersampaikan. Dari sini, kita juga melihat dari kacamata karakter utama, bias yang kita punya, perspektif yang kita gunakan dalam menilai kisah orang yang ternyata bisa jadi salah. Namun, di sisi lain kita juga melihat afeksi, perhatian dan ungkapan kasih sayang lainnya datang dalam berbagai bentuk. Tidak ada cerita yang salah, tidak ada kisah yang sia-sia, semua memiliki makna, terutama untuk terkasih yang ditinggal.

    Series ini juga menyinggung isu-isu sosial seperti isu disorder, disabilitas, isu seksualitas, kekerasan terhadap perempuan, isu buruh dan tenaga kerja, sejarah sistem adopsi bayi korea yang buruk dan banyak lagi. Pembahasan ini sebenarnya sudah mengalami progres di Korea, namun melihat isu-isu ini diangkat menjadi bagian dari cerita dan tanggapan positif, tentu sangat menarik. Series ini, menurutku, berhasil memperlihatkan sudut yang memperlihatkan bahwa mereka yang dianggap berbeda memiliki banyak persamaan dengan kebanyakan dari kita, sehingga bahkan isu yang dianggap tabu sekalipun berhasil menarik simpati penonton lebih luas. Beberapa pilihan yang ditempuh karakter utama juga mungkin tidak termasuk konvensional jika dipandang dari sudut pandang keluarga tradisional (yang kalau aku jelaskan lebih lanjut kemungkinan akan spoiling the plot, so). Isu kekerasan terhadap perempuan juga termasuk membahas penguntitan dan bagaimana sistem pengamanan realitanya masih terdapat kasus dimana penyelesaian tidak berpihak kepada korban. Kasus lainnya juga membahas bagaimana pandangan masyarakat Korea yang percaya barang dan peninggalan mereka yang telah pergi memawa sial, yang seringkali digambarkan tidak menghormati mereka yang telah pergi.

    Menurutku, pesan Jeong-u, kepada Geu-ru menjadi pesan yang paling penting, mereka yang tak lagi terlihat tidak menghilang, selama jejaknya masih tersisa di ingatan, pelupuk mata, dan hati, mereka tidak akan hilang. Geu-ru bersama paman dan ayahnya, berusaha membantu mereka yang tidak lagi bisa berbicara untuk mewujudkan keinginan terakhir mereka melalui sebuah kotak, untuk tetap diingat. Sama seperti Geu-ru dan Sang-gu yang di dalam cerita kehilangan orang yang dikasihi, kita mungkin bisa memetik pesan bahwa mereka yang mendahului kita mungkin justru terasa lebih dekat dibanding saat mereka masih bersama kita.



Comments