Yet another #friendlyreminder Part 3

Kemaren (ga) baru (banget) pemilu daerah. Nah, di kabupatenku nih banyak banget yang berseliweran memberikan insentif-insentif dengan iming-iming harus nyoblos doi di tps. Nah, dari lima calon, ada satu calon yang emang gencar kampanyein politik bersih bebas korupsi, tolak politik uang. Majunya juga independen. Anehnya, ulama-ulama pemuka agama justru mendukung paslon yang udah terang-terangan bagi-bagi duit. Alasannya klise sih, menyatukan suara umat, ada paslon yang dianggap kuat terus takut entar bakal menang padahal biang maksiat (re: bandar togel). Terus dengan bermodalkan argumen kalau belum kepilih aja udah berani kkn apalagi nanti menjabat, aing memberanikan diri adu argumen. Tapi, alasan yang keluar selalu "yang penting kita gak nerima, kita milih dia atas kemauan kita", "ulama udah nyuruh milih". Pertanyaan inti dari persamalahan ini: menuhankan ulama yang sebenarnya juga manusia, punya hawa dan nafsu, punya interests pribadi, kalau kita masih punya pegangan al-Qur'an sama Hadith. Kan aneh ya, kalau dasar kita bertindak merely based on someone's words yang kredibilitasnya belum tentu juga terjamin. 

Maka dari itu, aku mencoba mengutip tulisan Ustad Muhammad Abduh Tuasikal yang mencakup apa perkatan Rasulullah ﷺ :

Dari ‘Abdullah bin ‘Amr radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata:

لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- الرَّاشِىَ وَالْمُرْتَشِىَ.

“Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam melaknat orang yang memberi suap dan yang menerima suap.” (HR. Abu Daud, no. 3580; Tirmidzi, no. 1337; Ibnu Majah no. 2313. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan).

Dalam fatwa Al Muntaqo, -guru kami- Syaikh Sholeh Al Fauzan mengenai hukum menerima uang sogok, beliau berkata, “Mengambil uang sogok termasuk penghasilan yang haram, keharaman yang paling keras dan penghasilan yang paling jelek.”

Lebih lanjut, uang sogok atau suap atau disebut risywah dikatakan oleh Ibnul ‘Arobi,

كُلّ مَال دُفِعَ لِيَبْتَاعَ بِهِ مِنْ ذِي جَاهُ عَوْنًا عَلَى مَا لَا يَحِلُّ

“Segala sesuatu yang diserahkan untuk membayar orang yang punya kedudukan supaya menolong dalam hal yang tidak halal.”

Dalam hadith disebutkan istilah rosyi, yang dimaksudkan adalah orang yang menyerahkan uang sogok. Sedangkan murtasyi adalah yang menerimanya. Adapun perantaranya disebut dengan ro-is. Dalam hadith pula dijelaskan bahwa yang dilaknat bukan hanya penerima, tapi si paslon yang intentionally ngasih uang pelicin. Emang mau punya pemimpin dilaknat Allaah?

Pengen sih bahas dari segi sosial dan politik, karena latar belakang ilmuku juga mendukung, tapi kayanya udah jelaslah intinya sama, proses demokrasi ga sehat, aspirasi masyarakat dijual murah, pembangunan dipertaruhkan, anggaran bisa dijadiin balik modal. Kalau dari pespektif agama, banyak perkataan Rasul yang mengindikasikan kondisi seperti ini, yang sebenarnya harus dijadikan pegangan. Padahal stance Rasul udah firm, tapi bisa-bisanya ijtima' ulama atas dasar fighting for less evil with bigger chance of winning didahulukan dibanding dengan yang bener-bener memutuskan jujur tapi gak punya modal.

#letthesunnahgoforth

I'll be posting #friendlyreminder occasionally as a reminder for myself as an act to convey Islamic teaching even if it were a single sentence, as Rasulullah said narrated by Abdullah bin `Amr. Cheers and Salam!

Comments