Rasa-rasaku

Beberapa hal sering membuatku bertanya-tanya. Mengapa hati manusia tidak mudah berganti seperti hari dan musim… tidak mudah berpaling seperti matahari dan bulan… tidak mudah jatuh seperti daun-daun… Kenapa manusia terlalu sering menyakiti diri sendiri… berharap pada sesuatu yang tak pasti… menunggu tanpa hiraukan perih sedih, menetes tinggalkan lubang menahun gelap tak berujung

Apa arti menunggu berharap selama setengah hidupku aku berharap, apa pedulimu kepadaku yang diam-diam menyimpan semua, apa rasaku yang diam-diam melihatmu dari jauh tersenyum bahagia, 

lagi-lagi  kuharap hatiku berpindah.

Namun, mungkin cukup untukmu kubukakan pintu hati, sesukamu masuk keluar kembali, bagiku yang cukup melihatmu sesekali. Bukan pertama kali kutulis rima padamu, berharap tuhan menggubah kisah kita, mempertemukan kita di lain waktu, namun kiranya sakit ini hadiah yang manis untuk kubawa, tak tahu nanti bagaimana, esok akan apa, lusa untuk siapa... 

Rasaku takkan pergi kemana-mana.

Kepadamu tertulis surat, rasa yang tertimbun selama ini. Sekalipun aku tak berani ungkapkan… terkadang aku sendiri pun tertawa, jenuh terhadap jebakan yang sama, namun harum manismu membuatku terlena. 

Muramku tidak seperti musim yang berganti sesuka hati.

Jangan terlalu jauh dari ingatku, jangan terlalu dekat dari sadarku. Jangan terlalu sering muncul di harapku. Lebih-lebih namamu yang tak lupa kurapal tiap kuingat, berharap entah bagaimana kau mendengarku, dan mungkin mempertimbangkan, atau sekedar mengingat, sesuatu yang tak pernah kuutarakan.

Jangan terlalu sering datang ke mimpiku, bayangmu merusak warasku.

Muncullah sesekali, dalam lagu yang kunyanyikan. Akan selalu kuingat dirimu dalam cerita yang kubaca, tempat yang kukunjungi, jalan yang kulalui. Hanya sesekali, agar jarak kita tidak terlalu dekat, namun kau tak terlepas dari ujung mataku. Hanya terkadang, agar tak fasih bibirku menggumamkan namamu. 

Hanya sesekali, agar kau tetap muncul dalam mimpiku.

Sepuluh tahun bukan waktu yang lama, rasa-rasanya aku sanggup menanggung sepuluh tahun lagi. Sepuluh tahun bukan waktu yang lama, rasa-rasanya aku sanggup melewati sepuluh tahun lagi. Sepuluh tahun bukan waktu yang lama, rasa-rasanya aku sanggup menunggu sepuluh tahun lagi. Sepuluh tahun bukan waktu yang lama, rasa-rasanya aku bisa merasakan hal yang sama sepuluh tahun lagi. Sepuluh tahun bukan tahun yang lama, rasa-rasanya aku bisa menangis sepuluh tahun lagi. Sepuluh tahun bukan waktu yang lama, rasa-rasanya aku bisa bermimpi sepuluh tahun lagi. Sepuluh tahun bukan waktu yang lama, rasa-rasanya aku bisa terjatuh sepuluh tahun lagi. 

Sepuluh tahun bukan waktu yang lama, rasa-rasanya aku bisa. Rasa-rasanya aku bisa…

Jangan memandang rendah, jangan mengasihani, jangan pedulikan, jangan hiraukan. Kupastikan aku cukup jauh untukmu menyadari keberadaanku. Biarkan aku berkhayal, karena rasa-rasanya hanya itu yang kubisa. Melihatmu, sedikit berjarak, dalam diam, tenang, mengalir begitu saja. 

Rasa-rasanya hanya itu yang bisa kulakukan.

Comments