Persepsi Atas Jenuh dan Kesehatan Jiwa

Rutinitas yang terus berulang tanpa disadari menciptakan kebiasaan. Kelas dimulai pagi menciptakan kebiasaan bangun pagi. Tugas tiap minggu menciptakan kebiasaan membaca tiap minggu. Rapat tiap rabu menciptakan kebiasaan sibuk tiap rabu. Olahraga setiap sabtu menciptakan kebiasaan sehat di akhir pekan. Tanpa disadari, pola tersebut kemudian menjadikan kita stuck pada rutinitas tertentu. Setelah sekian lama pola tersebut bertahan, ada saatnya pola tersebut akan berhenti. Pola berhenti dikarenakan kewajiban yang berubah atau rutinitas atau jadwal kegiatan yang berganti dikarenakan tempat atau suasana baru. Namun, sebelum pola tersebut berubah, ada saatnya kita akan mengalami titik di mana kita akan merasa muak, cukup dan ingin berhenti. Jenuh.

Jenuh tidak memiliki periode yang pasti. Jenuh tidak melihat seberapa lama waktu yang dihabiskan atau seberapa lama kegiatan telah berlangsung. Jenuh adalah sesuatu yang juga bisa tidak terjadi, terlepas dari kemungkinan bahwa pada kebanyakan kasus jenuh pasti terjadi. Tingkat kejenuhan juga bisa berbeda. Beberapa orang menghadapi jenuh tanpa perlu berhenti sejenak dari kegiatan tersebut. Lainnya memerlukan berhenti sejenak atau bahkan memutuskan keluar dari pola tersebut. Pada saat yang sama, jenuh juga bisa disertai dengan perasaan lain yang kemungkinan dapat berdampak pada psikologis orang tersebut. Berbagai jenis perasaan ini besar kemungkinan tidak bisa dihadapi oleh orang tersebut sendiri.

Tanpa disadari, pola juga tidak hanya menghiasi individu. Pola juga menghiasi nilai pada masyarakat dan bagaimana orang terdekat mengambil nilai tersebut dan menerapkannya pada kehidupan mereka. Jenuh dalam masyarakat juga sering disamakan dengan tidak profesional atau melepaskan diri dari tanggung jawab. Pola respon ini yang kemudian menyebabkan beberapa orang memutuskan untuk memendam perasaan jenuh mereka. Pola lainnya adalah mispersepsi dari masyarakat yang melihat jenuh serta berbagai jenis masalah psikis lainnya sebagai masalah yang berkenaan dengan hubungan orang tersebut dengan Tuhan. Pola ini dikarenakan orang yang jenuh seringkali diidentikkan dengan orang yang kehilangan tujuan, yang diakibatkan karena ketiadaan nilai/kepercayaan yang dipegang. Hal ini, bukannya menyelesaikan masalah, malah semakin menyudutkan orang tersebut karena cenderung bersifat menyalahkan.

Pada titik ini, penulis sedang menghadapi titik jenuh. Bukan berarti penulis ingin berhenti sepenuhnya, penulis merasa saat ini sangat memerlukan dukungan banyak orang. Masalahnya, penulis tidak bisa mengutarakan apa yang membebaninya selama ini. Penulis juga seringkali terlihat bahagia dan senang, walau kenyataannya penulis seringkali merasa penulis tidak bertanggung jawab atas apa yang sudah diamanahkan kepada penulis. Penulis sendiri sudah pernah mengalami permasalahan psikis serupa, tapi tanggapan yang penulis peroleh bahkan dari keluarga seringkali melihat hal tersebut disebabkan kelalaian penulis. Terlepas dari sikap mereka yang pada akhirnya mendukung, ada saat di mana penulis tidak percaya kepada siapapun. Karena, bahkan orang terdekat pun tidak terlepas dari sikap menilai dan menggurui. Hingga saat ini, penulis seringkali mengutarakan perasaan dan kondisi penulis dalam pikiran penulis. Yang perlu dipahami adalah, komunikasi kepada keluarga sangat penting, agar keluarga mengerti kondisi kita. Teman juga sangat diperlukan karena dalam keseharian kita interaksi tidak terlepas dari komunikasi dengan teman. Dan yang terpenting, jangan lupa mengadu ke Allah (Tuhan), Dia yang paling tahu segalanya.

Comments