Halte Gowes di samping Klinik Makara
Jadi semalaman aku tidur di rumah temanku di daerah kukusan, Depok. Kita ngobrol sampai lupa waktu hingga pukul dua pagi. Untungnya, subuh masih bisa terbangun, walau kantung mata terasa sangat berat. Perutku yang beberapa hari belakangan tidak bersahabat kembali berulah. Malamnya sebenarnya sudah minum obat sih, tapi sepertinya efeknya hanya meredakan, bukan sepenuhnya mengobati. Karena kondisi perut yang semakin tidak memungkinkan, akhirnya aku memutuskan untuk pulang. Karena ongkos gojek yang kurasa sangat mahal (karena harus mengambil rute memutar) kemudian kuutuskan untuk berjalan. Temanku, dengan niat baiknya merekomendasikan aplikasi terbaru untuk meminjam sepeda di halte-halte di kampus UI. Celakanya, keputusan ini harus membuatku menunggu, bingung, hingga akhirnya....
Berbekal aplikasi yang sudah terinstall dan akun yang beberapa menit lalu selesai kubuat, aku pun berangkat. Temanku juga sudah memberi instruksi yang cukup jelas bagaimana cara menggunakan sepeda. Pengguna tidak dikenakan biaya selama tiga puluh menit pertama. Sesampainya di halte sepeda di samping Klinik Makara, aku memilih sepeda yang akan kukendarai. Instruksi selanjutnya adalah scan barcode yang terletak di kunci sepeda. Jika berjalan lancar, kunci seharusnya secara otomatis terbuka dan sepeda siap digunakan. Berbeda dengan kasusku, kunci tidak terbuka. Keterangan di aplikasi juga mengatakan belum ada sepeda yang digunakan. Instruksi selanjutnya, jika barcode tidak berfungsi, maka masukkan kode yang terdapat pada tempat yang sama. Keterangan di aplikasi menyatakan permintaanku berhasil. Namun, sepeda yang kukira sudah terbuka berbunyi. Ternyata bannya tidak bisa digerakkan, masih terkunci. Anehnya, di aplikasi sepeda dalam keadaan sedang digunakan. Sepeda lainnya juga tidak bisa digunakan karena pemilik akun tidak dapat menggunakan dua sepeda secara bersamaan.
Sebenarnya, aku sendiri tidak masalah jika harus berjalan dari awal. Masalahnya, perasaan panik karena penggunaan yang kemungkinan akan melebihi tiga puluh menit atau kemungkinan dituntut karena sepeda dalam keterangan tidak balik ke halte kemudian membuatku harus menunggu. Usut punya usut, aplikasi ini juga menyediakan sepeda kepada pengguna untuk dibeli. Harganya pun tidak murah. Setelah lebih dari setengah jam menunggu, kuputuskan untuk pergi. Dalam perjalanan aku juga sibuk mencoba halte-halte yang kulewati. Pada halte terakhir di depan stasiun UI, kuputuskan untuk menguninstall aplikasi. Jadi untuk UI yang sepertinya tengah gencar melakukan digitalisasi pada setiap fasilitas, tentu mahasiswa akan dengan senang hati mengapresiasi berbagai upaya tersebut. Namun, jika pada akhirnya hanya menyusahkan kaum-kaum terbelakang, kuno, udik dan tidak update seperti saya, ya... Bagaimana ya?
Comments
Post a Comment