Kemungkinan

Kamar Kos Subuh Buta

Waktu subuh seringnya melantur tak menentu. Karena kuliah baru dimulai dua hari, tumpukan tugas masih terhitung jari. Tidak banyak yang perlu dilakukan malam ini, selain browsing harga laptop bekas karena laptop sepertinya tidak bisa diselamatkan. Jauh menelusuri internet, kutemukan satu unggahan dari salah satu akun motivasi masuk universitas (sebut saja masuk kampus) membahas salah jurusan. Then it seems like everything just went by.

Namanya Dias Kinanthi. Dias sebelumnya merupakan mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (UI). Butuh empat semester dihabiskan sebelum kemudian Dias sampai di kesimpulan bahwa kedokteran bukan menjadi pilihannya. Keputusannya ia jatuhkan ke D III Sastra Jerman UI. Setelah lulus, ia lanjut ke jenjang S1 jurusan yang sama, namun bukan dari program ekstensi tetapi program reguler. Artinya, ia kembali mengulang dari awal. Setelah lulus jenjang S1 ia melanjutkan pendidikannya ke jenjang S2 jurusan Hubungan Internasional UI. Pada media sosialnya, ia menceritakan perasaannya dan keresahannya mengenai keputusan yang ia perbuat dan pandangan orang mengenai pilihannya. Pada akhirnya, ia berhasil menjadi diplomat mewakili Indonesia.

Walaupun sepertinya pengalamanku tidak "seburuk" pengalaman Dias, tetap saja pengalaman tersebut terasa berharga. Memori saat-saat di mana harus mengumpulkan keberanian untuk mengatakan kalau aku juga salah jurusan seketika terasa lama sekali. Banyak hal yang ditakutkan. Takut dikira lari dari tanggung jawab, dianggap ceroboh, tidak penuh pertimbangan atau mencari jalan keluar mudah. Aku sendiri memang tidak seperti Dias yang harus mencari uang untuk membiayai kuliah, namun rasa berandai-andai sampai sekarang masih menghantui. Terlepas dari cocok atau tidak, tetap saja terlintas kalimat "kalau saja kuliahku kulanjutkan, mungkin sekarang...". Rasa penyesalan kadang juga muncul ketika mendengar cerita kawan yang sedang menyusun tugas akhir. Atau sampai sekarang selalu ada penyesalan mengapa aku selalu berkata iya atas saran orang yang kuanggap lebih tau. Atau penyesalan atas waktu yang kubuang karena menganggap aku mampu terlepas dari keinginanku sendiri. Belum lagi pandangan awam orang yang menyayangkan pilihanku tanpa sadar peran mereka yang nihil dalam hidupku. Muak woy ditanya terus!

Di sisi lain, mungkin tanpa pengalaman tersebut aku tidak akan berambisi seperti sekarang. Salah jurusan juga memberikanku kemungkinan bahwa ada pilihan yang bisa diambil terlepas waktu yang sudah terbuang. Waktu yang awalnya kuanggap hilang setelah kupikir-pikir menjadi waktu yang kulihat mengajarkanku arti pilihan. Pilihan bisa diambil dengan konsekuensinya masing-masing. Menjadi berani bukan berarti ceroboh, namun tetap hati-hati dan membuktikan pilihan awal salah. Kalaupun tidak salah, setidaknya pilihan yang sekarang jauh lebih baik dibanding yang sebelumnya. Dan yang terpenting, terlepas dari sukses atau tidaknya kita atas pilihan kita, kita sudah bertindak atas diri kita. We make ourselves happy! And that's what's important!

Comments