Demonstrasi, Perjuangan atau Pemberontakan?

Kamar Kos di Jalan Margonda, Depok

Libur tiga bulan bukan waktu yang singkat. Kebanyakan waktu kuhabiskan berselancar di internet dan menonton youtube sampai tahap kerajingan. Dari sekian banyak video yang kutonton, cukup banyak video yang membahas mengenai berbagai kejadian internasional yang hingga saat ini masih terjadi di berbagai belahan dunia. Satu hal pasti, beberapa dekade terakhir demonstrasi memang sedang menjadi trend di tengah gemuruh demokratisasi dunia saat ini. Atau mungkin beberapa abad? Revolusi Perancis, anyone?

Demonstrasi dianggap sebagai wadah menyampaikan aspirasi dan kerisauan masyarakat terhadap isu yang berkembang. Tidak ingin tulisan ini terlalu "ilmiah", intinya demonstrasi semakin naik daun. Kemungkinan besarnya karena carut-marut masalah semakin terlihat dengan semakin transparannya kabar yang sekarang seakan tanpa batas memberitakan kondisi yang terjadi di berbagai negara. Sepanjang 2019, aku "disibukkan" dengan berita protes-protes "baru" seperti Venezuela, Yaman, Kashmir, atau yang benar-benar baru seperti Hong Kong. Belum lagi cerita lama seperti Palestina, Suriah, atau diskriminasi di Amerika. Bahkan yang terbaru dan belakangan menghiasi layar kaca terjadi di Indonesia, yang seperti Amerika, didasari atas diskriminasi terhadap masyarakat Papua.

Dari sekian banyak kasus demonstrasi yang terjadi dan bagaimana masyarakat bereaksi dan menunjukkan resistensi, terlintas pertanyaan mendasar. Apakah demonstrasi sebenarnya efektif? Karena, jika dilihat dari dua perspektif yang berbeda, demonstrasi dianggap perjuangan oleh pihak yang melakukan protes, dan bisa jadi dianggap pemberontakan oleh pihak yang diprotes. Sama seperti ketika masyarakat melakukan demonstrasi kepada pemerintah, bisa jadi pemerintah melihat isu yang diangkat tidak perlu dan masyarakat salah mengambil informasi. Kemungkinan lain adalah masyarakat bisa saja melihat pemerintah berupaya mengalihkan isu dengan mengatakan bahwa isu yang diangkat tidak relevan atau bahkan ofensif, atau dengan cara menyalahkan pihak lain.

Demo Hari Buruh 2019, ketepatan lewat jadi singgah

Perjuangan yang berkonotasi positif pun tidak selamanya dilihat positif. Seperti perjuangan Indonesia melawan penjajahan Belanda, tentu Belanda tidak menyambut dengan tangan terbuka. Demonstrasi seakan menjadi alat justifikasi yang bahkan bisa ditunggangi atau bahkan dijadikan arat serang balik. Namun, terlepas dari pro dan kontra yang kuketahui, sangat dangkal jika menyatakan bahwa demonstrasi tidak efektif. Banyak perubahan yang telah dilahirkan melalui demonstrasi. 1998 merupakan contoh solid bagi Indonesia untuk menurunkan Soeharto. 1920 merupakan contoh solid lain bagi perempuan di Amerika Serikat yang selama lebih kurang satu abad memprotes untuk mendapat hak memilih.  Puerto Rico juga berhasil memaksa turun gubernurnya setelah kontroversi Rickyleaks melalui protes. Terus, kesimpulannya? Yang pasti tulisan ini tidak bisa dijadikan bahan referensi karena hanya berisi celotehan yang tidak ilmiah dan tidak melalui penelitian serta tidak memiliki kesimpulan. Karena, semua orang bisa melakukan demonstrasi, walaupun demonstrasi yang beragenda menghina atau merendahkan orang lain.

Comments