Past Lives Menolak Romantisme Klise dan Jebakan Nostalgia
Courtesy A24 |
Film ini mungkin bukan merupakan pilihan pertama mereka yang ingin disuguhkan dengan cerita cinta yang penuh gairah. Film ini juga mungkin tidak sesuai dengan ekspektasi mereka yang ingin menyulut api romansa masa lalu. Na Young yang kemudian menjadi Nora ketika bermigrasi ke Amerika dipertemukan kembali dengan kekasih hati pada saat masih tinggal di Korea, Hae Sung. Keduanya sempat menjalin kembali hubungan melalui koneksi internet sebelum akhirnya keduanya kembali dipisahkan oleh komitmen dan kejenuhan dalam hubungan mereka. Kemudian pada akhirnya kedunaya dipertemukan dengan kehidupan yang berbeda, dengan ambisi yang sudah berganti berkali-kali sejak terakhir kali mereka bertukar cerita.
Tulisan ini mungkin akan bergumul mendeskripsikan plot
atau alur cerita film ini, sehingga ada baiknya menonton sebelum membaca narasi
ini.
Past Lives berpusat pada pengalaman dan kehidupan Na
Young, atau Nora, sebagai seorang imigran Korea tentu tidak akan dapat kita
mengerti seutuhnya. Namun, salah satu kekuatan dari film ini adalah terlepas
dari fokus utamanya membahas kisah cinta dan nostalgia masa lalu, film ini juga
tidak kehilangan akal sehatnya dalam menggambarkan realita yang kebanyakan dari
kita mungkin pilih jika dihadapkan dengan situasi yang sama. Past Lives
menolak romantisme klise yang menganggap cinta mampu menaklukkan semua hal.
Nora menolak mosi tersebut. Hae Sung juga menyadari absurditas dari ide
tersebut, sehingga keduanya sempat memutuskan hubungan setelah mencoba
melakukan hubungan jarak jauh melalui skype. Beberapa hal memang tidak
seharusnya berjalan, beberapa hal memang hanya ditakdirkan untuk singgah. Sama
seperti Na Young dan Hae Sung yang mulanya berkomunikasi kemudian menyadari
perbedaan waktu dan komitmen ekstra yang pada akhirnya mengandaskan hubungan
keduanya.
Hal menarik lainnya adalah kita juga disuguhkan
pertanyaan mengenai keabsahan gairah antara keduanya, terutama dari Nora. Salah
satu alasan mengapa Nora memutuskan untuk mengakhiri hubungan jarak jauh mereka
dikarenakan Nora seakan terjebak masa lalu meskipun telah memperjuangkan
mimpinya hingga harus berpindah ke Amerika. Nora menilai hubungan keduanya menjadi
penghambatnya karena Hae Sung tidak lebih dari sekadar masa lalunya yang ia
tinggalkan di Korea. Maka tidak heran pertanyaan muncul ketika Nora terlihat
sumringah ketika bertemu dengan Hae Sung, yang mungkin saja juga bercampur
dengan rasa senang Nora bertemu dengan serpihan atau sisa dari masa lalunya
yang ia tinggalkan di Korea. Nora, di sini, berkesempatan bertemu dengan Na
Young. Panggilan bahkan ibunya pun tidak lagi gunakan.
Sisa nostalgia ini juga disadari oleh suami Nora,
Arthur. Dialog populer Arthur yang berseliweran di media sosial mengenai Nora
yang bermimpi dalam bahasa Korea seakan mencoba memberitahu bahwa ada bagian
dari Nora yang Arthur tidak pernah kenal dan mungkin tidak akan pernah
mengerti. Bagian ini yang mungkin akan selamanya diisi oleh Hae Sung, yang
lagi-lagi merupakan jerat perangkap nostalgia bagi Nora. Film ini mungkin saja menempuh
formula dongeng romansa pada umumnya, di mana Nora memutuskan untuk
mengorbankan segalanya, pekerjaan dan pencapaiannya, kehidupannya hingga pasangannya
demi perangkap nostalgia yang mungkin disalahartikan menjadi asmara cinta
pertama yang muncul kembali. Past Lives menolak hal tersebut, dan justru
memilih pilihan logis dan realistis.
Karakter lainnya juga diperkenalkan dan diperankan
dengan baik. Hae Sung, selepas hubungannya dengan Nora, menjalan dan minum
dengan teman lainnya, masih hidup dengan orang tua meskipun sudah memiliki
penghasilan, dan sebagainya. Arthur, di sisi lain, diperkenalkan sebagai
pengisi kekosongan setelah Nora memutuskan untuk melepaskan Hae Sung. Arthur
digambarkan ekspresif, modern, sensitif, dan memiliki kesamaan hubungan dengan
Nora sebagai penulis. Selain karakter lainnya, film ini juga menjelaskan
mengenai konsep inyeon. Inyeon menitikberatkan masing-masing karakter
pada relasi dan takdir mereka dan bagaimana konsep kehidupan sebelumnya atau past
lives masing-masing karakter berhubungan. Konsep ini sebenarnya juga tidak
asing terutama bagi kita yang familiar dengan drama/series korea. Konsep yang
mungkin bagi beberapa dari kita dianggap irasional dalam menarasikan kisah
cinta namun justru mampu menutup cerita dengan akhir yang realistis. Nora, sama
seperti kebanyakan dari kita, merasa tidak mungkin meninggalkan kehidupan yang
dimilikinya demi Hae Sung. Nora juga sudah menimbang dan mengukur kemungkinan mempertaruhkan
hidup yang telah dibangunnya demi pria dari masa lalu, rasa-rasanya sebagai
keputusan bodoh dan gelap mata. Mungkin inilah daya tarik dari cerita ini, Nora
menolak romantisme klise dan jebakan nostalgia.
Porsi serba pas yang disuguhkan film ini menjadi daya
tarik tersendiri. Mulai dari keputusan untuk meyudahi hubungan dan berpindah ke
orang yang baru, kemudian keputusan lainnya untuk tidak menghubungi satu sama
lain ketika mereka sudah menemukan pasangan masing-masing, terlepas dari
respons masing-masing pasangan menjadikan kita sebagai penonton semakin masuk
ke dalam pengandaian jika kita menjadi Nora dan dihadapkan oleh pilihan yang
sama. Keputusan untuk bersikap dewasa, juga keputusan untuk tetap bersedih atas
berbagai kemungkinan yang akan selamanya selalu menjadi kemungkinan. Past Lives
mengambil langkah berani menawarkan akhir cerita yang harus kandas, yang justru
membuat kita bisa secara tak sadar bergumam dan mengangguk setuju mengamini. Setuju
karena layaknya realita, Nora mampu mencerminkan kita, penonton, sekelompok
manusia biasa yang dihadapkan dengan kenyataan hidup bahwa dalam banyak
kesempatan mengambil tindakan impulsif tidak akan sebanding dengan euforia
sementara yang ditawarkannya.
Comments
Post a Comment