UAS anxiety attack!!!

Di Kampung Halaman

I'm pretty sure this might be my worst semester, results-wise. Dibandingkan semester-semester sebelumnya, ini yang paling berantakan. Tugas keteteran, mager kelewat batas, gak ada yang beres. Kalo kata mamak marderet-deret. Belum lagi perintilan non-akademis, gak usah ditanya lah! Pusing, tapi gak dimulai-mulai. Bingung, tapi gak dikerjakan. Aneh memang. Karena sudah memastikan nilai yang bakal aneh dan tidak sinkron dengan semester sebelumnya, muncullah si anxiety yang membuatku palak! Bukannya mencicil UAS, malah liat-liat prospek kerja lulusan HI, kan aneh ya? Udah terlambat juga nyarinya kalo sekarang, udah terlanjur basah. Padahal setiap tahun juga nanya senior yang lulus, liat-liat profil linkedin senior, kek tetap aja masih ada anxiety. Mungkin karena melihat senior yang bekerja di perusahaan-perusahaan bonafit karena didukung pengalaman yang mumpuni dan prestasi segudang. Bukan berarti aku tidak berprestasi, cuma prestasinya tidak mendukung. Pengalaman biasa saja. Nilai biasa saja. Semakin minderlah aku. Apalagi melihat teman-teman seangkatan yang sudah memiliki pengalaman yang banyak. Jadi sekarang semakin berandai-andai bagaimana nanti setelah lulus. Pasti banyak penolakan. Bukan berarti aku tidak pernah ditolak, sering malah. Lamaran magang sampai sekarang masih ditolak terus. Ada yang menunggu panggilan, tapi rasa-rasanya tidak diterima karena sudah melamar dari tiga bulan yang lalu. Memang nasib anak jurusan yang multidisiplin, harus menyiapkan keahlian khusus kalau mau jadi buruh siap pakai. Berbeda dengan teman-teman dari jurusan yang memiliki fokus pada satu disiplin, seperti teknik, psikologi, ekonomi, anak HI membahas ilmu dari kacamata berbagai disiplin namun tidak mendalam. Singkatnya, tahu banyak, tapi dangkal. Gak "dangkal" juga sih, but you got the gist. Memikirkan prospek kerja saja sudah membuat pusing, apalagi memikirkan rencana melanjutkan studi, yang sebenarnya sudah menjadi keinginan sejak memutuskan masuk HI. Karena, melihat alumni-alumni yang melanjutkan studi, biasanya sih yang  lolos dan dapat beasiswa itu yang bolak-balik nongkrong di departemen, ngasdos, tulisannya ke-publish, IP selangit, sama analisis paper paling sabi atau ujug-ujug tugas akhir/skripsi terbaik seangkatan. Makin pupuslah harapan. Menyadari aku yang tidak pintar dan aku yang tidak memiliki kesempatan, tentu mencari pengalaman sangat diperlukan. Tetapi dengan berbagai penolakan, rasa-rasanya semakin berat. Kalau yang dapat kerja, biasanya pasti yang mantan-mantan mapres, atau yang punya pengalaman segudang. Wajar, sih. Ini juga masih memikirkan persaingan dengan teman seangkatan yang sepertinya sudah terlihat hasil akhirnya, belum lagi dengan anak-anak HI dari universitas lain. Walaupun secara reputasi HI universitasku sangat bagus (bahkan jurusan sosial terbaik di Indonesia berdasarkan seleksi nasional) tentu pencari kerja tidak akan memasukkan hal tersebut ke dalam kriteria mereka. Apalagi kalau hasil kerja di bawah ekspektasi dan nama kampus, tentu sangat mengecewakan. Pekerjaan incaran anak HI juga biasanya bukan pekerjaan spesifik yang mengharuskan lulusan HI, yang berarti persaingan juga terjadi dengan anak-anak jurusan lain. Jadilah, persaingan semakin berat. Setelah dipikir-pikir, tentu tidak ada penyesalan memilih HI sebagai jurusan. Dengan harapan dalam waktu yang tersisa, aku bisa menambah pengalaman dan mencoba mengikuti perlombaan-perlombaan. Walaupun, lagi-lagi sepertinya cukup berat dilaksanakan. Bismillaah!

Comments